Kabar Kata
Memuat semua berita tentang sejarah, perkembangan, dan informasi terbaru bahasa Indonesia.
Cerita Mahasiswa BIPA UGM tentang Budaya dan Bahasa Indonesia
Kamis, 19 Oktober 2023 16:17 WIB

"Saya pertama kali datang tahun 2016. Pertama, saya kaget ketika mendarat di Bandara Soekarno Hatta. Cuaca panas. Kedua, saya kaget mendengar klakson, ketiga kaget melihat motor, dan terakhir sambal. Orang lokal makan sambal pakai cabe 5, saya tidak kuat dengan pedas," ujar Dobrin, mahasiswa asal Bulgaria.
Andrew, mahasiswa Uganda, juga mengiyakan betapa dia kaget saat disuguhkan nasi, ayam goreng, dan sambal. "Saya bertanya-tanya, kuahnya mana? Di negara saya, makan nasi pakai kuah. Ternyata di Indonesia pakai sambal. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana mencampurkan nasi dengan sambal," ujarnya tersenyum.
Meskipun begitu, lama-lama mereka pun belajar sendiri. Kini Andrew sangat suka makanan Indonesia. Dia pun mulai suka ayam geprek, nasi padang, ayam penyet, dan nasi pecel. Bahkan, Dobrin sampai punya sambal favorit, yaitu sambal bawang dan sambal tomat.
Berbeda dengan Dobrin dan Andrew, Sundas dari Pakistan malah syok dengan budaya parkir di Indonesia. "Ketika kita berhenti di mana-mana, kita bayar parkir. Mereka gak bantu sama sekali, tapi pas mau pulang harus bayar," ujar Sundas yang mengungkapkan budaya parkir di Indonesia mirip dengan budaya parkir di negaranya.
Mendengar kisah Sundas, Ilfat Isroi, moderator bertanya, "Apakah Anda ikhlas?" Siapa sangka, Sundas berkata kalau seperti ini, dia akan menjadi miskin. Jawaban Sundas tentu disambut tepuk riuh dan senyum getir dari peserta gelar wicara kali ini.
Meskipun begitu, pelan-pelan mereka pun bersosialisasi dan beradaptasi dengan situasi ini. Dobrin sampai berkata bahwa dia yang dulunya kaget dengan suara klakson di Indonesia, kini pede sering-sering membunyikan klakson.
"Saya pede saja, terutama membunyikan klason untuk ibu-ibu yang tidak pakai lampu sign," ujarnya tertawa.
Di balik lika-liku budaya Indnesia. Andrew, mahasiswa Urganda sangat mengagumi cara orang Indonesia menggabungkan budaya dan agama. Katanya, di Uganda, pembawa agama membuat orang-orang Uganda berpikir bahwa budaya itu sebuah dosa. Di sini agama dan budaya menyatu dalam kehidupan masyarakat.
"Saya sangat suka mengobservasi dan meneliti hal tersebut," ujar calon mahasiswa doktor UGM ini.
Sementara itu, terkait bahasa Indonesia, hampir semua mahasiswa asing ini kaget dengan materi yang dipelajari dan bahasa yang dipakai masyarakat. Mereka diajarkan bahasa Indonesia baku yang sesuai dengan kaidah, tetapi mereka justru dianggap kaku dan diminta santai dengan menggunakan bahasa gaul. Mengatasi hal ini, mereka pun berpikir bagaimana caranya agar cepat beradaptasi.
"Saya mengatasinya dengan sinetron. Saya yakin mahasiswa asing akan cepat bisa berbahasa Indonesia jika sering menonton sinetron Indonesia. Dua minggu saja, mereka akan mahir," ujar Dobrin sembari disambut tawa oleh mahasiswa Indonesia.
Kini mereka sudah seperti orang Indonesia karena ada yang sudah tinggal 7--10 tahun. Mereka merasakan betapa privilage-nya belajar bahasa dan budaya Indonesia. (admin)