Ejaan.id--Tahukah Anda? Ada jenis bahasa yang konstruksi kalimatnya tidak terdiri atas kata-kata, melainkan sebuah kata. Contohnya, dalam bahasa Yup’ik (Eskimo), tuntussuqatarniksaitengqiggtuq adalah sebuah kata yang di dalamnya terdapat subjek, prediket, dan keterangan. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut berarti ‘Dia belum mengatakan bahwa ia akan berburu rusa’.
Menarik, bukan?
Fenomena bahasa tersebut termasuk ke dalam kajian tipologi morfologi. Tipologi morfologi adalah klasifikasi bahasa menurut struktur morfologisnya. Klasifikasi tersebut pertama kali dikembangkan oleh Friedrich von Sclegel dan August von Schlegel.
Mcculloch (2014) menyatakan bahwa terdapat dua kategori utama dalam pengelompokan bahasa, yaitu bahasa isolatif dan bahasa sintetis. Dalam hal ini, semua bahasa yang ada di dunia dikelompokkan atas dua kategori tersebut.
Pada dasarnya, bahasa isolatif adalah bahasa yang tidak mengandung afiks dalam struktur katanya. Sementara itu, bahasa sintesis adalah bahasa yang struktur katanya terdiri atas afiks-afiks. Dalam hal ini, bahasa isolatif dibagi lagi atas tiga jenis, yaitu bahasa aglutinasi, bahasa fusi, dan bahasa polisintetis. Pembagian tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam uraian berikut ini.
Bahasa Isolatif
Bahasa isolatif merupakan tipe bahasa yang setiap kata mengandung satu konsep (Soeparno, 2013). Berdasarkan hal itu, setiap konsep digambarkan dengan kata per kata, bukan gabungan kata atau gabungan morfem, seperti bahasa Mandarin yang diilustrasikan oleh Mcculloch (2014) di bawah ini.
Bahasa Sintesis
Tipe bahasa yang selanjutnya adalah bahasa sintesis yang dibagi lagi atas tiga kelompok, yaitu bahasa aglutinasi, bahasa fusi, dan bahasa polisintetis. Berikut uraiannya satu per satu.
1. Bahasa Aglutinasi
Afiks memegang peranan penting dalam bahasa aglutinasi. Sebuah kata dapat mengandung beberapa morfem yang biasanya dapat dikenali dengan jelas sehingga diketahui dengan mudah batas antara morfem-morfem. Bahasa Indonesia adalah salah satu contoh bahasa aglutinasi. Hal itu dapat dilihat dari contoh kata membeli yang terdiri atas afiks mem- dan morfem dasar beli. Morfem terikat dan morfem bebas dapat disegmentasikan dengan mudah dalam kata tersebut.
Selain bahasa Indonesia, bahasa Turki, bahasa Korea, bahasa Hongaria, bahasa Jepang, dan bahasa Finlandia juga termasuk ke dalam bahasa aglutinasi. Perhatikan ilustrasi bahasa aglutinasi dalam bahasa Turki berikut ini (Mcculloch (2014).
2. Bahasa Fusi
Bahasa Fusi disebut juga bahasa inflektif. Mirip dengan bahasa aglutinasi, kontruksi katanya dapat terdiri atas beberapa morfem. Perbedaannya terletak pada kesukaran untuk melihat batas-batas morfem dalam konstruksi bahasanya. Dalam hal ini, afiks sering menyatu dengan morfem dasar sehingga dapat memiliki banyak arti.
Salah satu contoh dari bahasa fusi adalah bahasa Spanyol, terutama dalam kata kerja. Misalnya, dalam kata hablo ‘to speak’, morfem {-o} bermakna ‘modus indikatif’; ‘orang ketiga tunggal’; ‘bentuk lampau’; dan ‘aspek perfektif’ sebagaimana yang diilustrasikan oleh Mcculloch (2014) di bawah ini.
3. Bahasa Polisintetis
Penentuan batas morfem dalam bahasa polisintesis jauh lebih sukar dibandingkan dua jenis bahasa sintesis sebelumnya. Sebagaimaa dinyatakan oleh Parera (1991) bahwa bahasa polisintesis adalah bahasa yang kalimat-kalimatnya tidak terdiri atas kata-kata, melainkan sebuah kata.
Dalam bahasa polisintesis, kata kerja dapat mewakili keseluruhan kalimat yang di dalamnya sudah termasuk kata benda, kata sifat, kata keterangan, dsb. Contohnya, kata tuntussuqatarniksaitengqiggtuq dalam bahasa Yup’ik (Eskimo) berikut ini.
tuntussuqatarniksaitengqiggtuq
tuntu -ssur -qatar -ni -ksaite -ngqiggte –uq
reindeer -hunt -FUT -say -NEG -again -3SG:IND
'He had not yet said again that he was going to hunt reindeer.’
'Dia belum mengatakan lagi bahwa dia akan berburu rusa
Kesukaran bahasa polisintetis juga dapat dilihat dalam ilustrasi yang dibuat oleh Mcculloch (2014) berikut ini.
Penutup
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, bahasa isolatif adalah bahasa yang tidak menggunakan afiks apa pun dalam konstruksi katanya, sedangkan bahasa sintesis sebaliknya. Namun, Mcculloch (2014) menyatakan, jarang ditemukan bahasa yang murni isolatif atau pun murni sintesis karena sebagian besar bahasa memiliki karakteristik keduanya. Tipologi morfologi seperti spektrum yang strukturnya saling bersinambung.
Misalnya, bahasa Inggris termasuk salah satu bahasa Indo-Eropa yang paling isolatif, tetapi bisa juga diklasifikasikan sebagai bahasa sintetis. Contohnya, kata went secara bentuk tidak mengandung afiks, tetapi tidak dapat dinyatakan murni isolatif karena kata went berpolikonsep, yaitu bermakna ‘pergi’ dan ‘masa lampau’. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebuah bahasa dapat dikelompokkan ke dalam lebih dari satu tipologi bahasa.
Sumber bacaan:
McCulloch, Gretchen. (2014). “Morphologitas Typology”. allthingslinguistic.com. Diakses: 30 Maret 2023
Parera, J.D. (1991). Historis Komparatif dan Tipologi Struktural. Jakarta: Penerbit Erlangga.