Kata Kita

Berita, Artikel, dan Opini tentang Ejaan. id dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

Peribahasa tentang Perempuan dalam KBBI

Oleh Ria Febrina, S.S., M.Hum.*

Foto: Ria Febrina

Kalau rajin membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ada satu bagian yang menarik untuk dibaca dan direnungkan. Namanya peribahasa. Kita akan menemukannya di bawah lema yang ditandai dengan singkatan pb (peribahasa). Peribahasa merupakan warisan tradisi lisan masyarakat Indonesia. Anak-anak zaman dulu akan mendapatkan peribahasa dari orang tuanya sepanjang waktu.

Ketika seseorang berbuat baik, orang tua akan berkata kepada anaknya, “Utang emas boleh dibayar, utang budi dibawa mati”. Setelah itu, orang tua akan menasihati anaknya bahwa budi baik orang tersebut hanya dapat dibalas dengan kebaikan juga. Jangan sampai mereka melupakan kebaikan seseorang tersebut.

Anak-anak zaman sekarang mungkin sudah tidak diwariskan lagi. Tidak banyak orang tua yang menyampaikan lagi filosofi kehidupan melalui peribahasa. Padahal, peribahasa dapat dijadikan panduan kehidupan. Seseorang dapat belajar hal baik dan hal buruk melalui peribahasa.

Selain sebagai filosofi kehidupan, peribahasa juga mengandung rekam jejak kebudayaan. Peribahasa dapat menunjukkan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat, seperti nilai dan peran seorang perempuan atau seorang laki-laki. Bagaimana perilaku dan peran perempuan atau laki-laki pada suatu masa, akan tergambar melalui peribahasa. Lagi-lagi, hal baik tentang nilai tersebut dapat dijadikan filosofi kehidupan dan hal buruk dari nilai tersebut dapat dijadikan pelajaran dan dapat dihindari. Oleh karena itu, menarik jika kita melihat perilaku dan peran perempuan Indonesia dalam peribahasa.

KBBI merepresentasikan perempuan Indonesia selama ini? Tulisan ini akan mengungkapkan representasi perempuan dalam KBBI.

Dalam KBBI, perempuan Indonesia dicerminkan melalui banyak peribahasa, misalnya perempuan Indonesia digambarkan sebagai telaga di bawah gunung yang bermakna bahwa perempuan tersebut mendatangkan untung kepada suaminya. Bagi seorang laki-laki, menjadi berkah jika ia mendapatkan seorang istri yang menjadi telaga dalam kehidupan. Telaga yang dimaksud tidak serta-merta berkaitan dengan uang, tetapi bisa tentang sopan-santun berbicara, patuh kepada suami, rajin beribadah, pandai merawat anak, dan juga pandai memasak.

Dalam kondisi sosial, ekonomi, dan budaya hari ini, peribahasa tersebut barangkali tidak semuanya cocok. Biaya hidup dan biaya pendidikan yang mahal, sedangkan sumber pendapatan yang tidak cocok kadang menjadi permasalahan dalam rumah tangga. Namun, ketika seorang perempuan dapat menjadi teman hidup yang baik bagi suaminya, bisa bersama-sama mengatasi masalah, peribahasa ini sebenarnya masih relevan dari waktu ke waktu.

Namun sayangnya, peribahasa yang mencerminkan perempuan dalam KBBI tidak selamanya baik. Peribahasa tentang perempuan Indonesia lebih banyak bersifat negatif. Barangkali, ini karena sifat yang dilekatkan kepada perempuan bak gelas kaca yang tidak boleh rusak. Ketika sudah rusak, masyarakat Indonesia yang hidup dalam tradisi lisan cenderung memberikan sanksi sosial. Salah satunya dengan melekatkan peribahasa yang bermakna buruk terhadap perempuan tersebut.

(1) enau mencari (memanjat) sigai

(2) lesung mencari alu(3) rumput mencari kuda(4) telaga mencari timba(5) ulam mencari sambal

Kalau kita lihat kosakata yang terdapat dalam peribahasa tersebut, tampak ketidaklaziman, misalnya yang biasa mencari rumput adalah kuda. Namun, peribahasa tersebut mendeskripsikan hal sebaliknya. Rumput dideskripsikan mencari kuda yang tentu saja tidak mungkin terjadi. Oleh karena itu, ketika ada seorang perempuan mencari atau menghendaki seorang laki-laki secara terang-terangan, perilakunya dianggap tidak wajar dan tidak diterima dalam kehidupan sosial masyarakat.

Karena masyarakat Indonesia memiliki kecerdasan budaya, muncullah peribahasa-peribahasa tersebut. Biasanya sigai ‘pasak atau palang’ dipasang di tiang untuk memanjat. Salah satunya dipasang di pohon enau ‘pohon jenis palem’ yang biasa diambil manfaatnya oleh masyarakat, seperti umbut batang menjadi sagu yang dapat dimakan, ijuk untuk atap rumah, dan nira untuk gula atau aren. Perempuan juga diibaratkan demikian. Seorang perempuan diharapkan memiliki perilaku, kecerdasan, dan sikap yang sangat baik sehingga nanti banyak laki-laki yang mencari dan memilihnya sebagai istri.

Ketika seorang perempuan berperilaku sebaliknya, dikatakan bak enau mencari (memanjat) sigai. Hal yang sama berlaku untuk alu ‘alat untuk menumbuk padi’ yang seharusnya mencari lesung ‘lumpang kayu panjang (untuk menumbuk padi); timba ‘alat untuk mengambil air’ yang seharusnya mencari telaga ‘danau, kolam, atau sumur’; serta sambal ‘makanan penyedap yang memiliki rasa pedas’ yang seharusnya ditambahkan pada ulam ‘daun-daunan mentah (yang muda)’. Ketika seorang perempuan melakukan hal-hal yang tidak patut dilakukannya, terutama dalam mencari jodoh, peribahasa-peribahasa ini pun melekat pada dirinya. Betapa sangat tidak baik ketika seorang perempuan dilukiskan bak enau mencari (memanjat) sigai, lesung mencari alu, rumput mencari kuda, telaga mencari timba, dan ulam mencari sambal.

Oleh karena itu, ketika seorang perempuan mencari laki-laki sudah dinilai buruk dalam masyarakat, perempuan-perempuan yang ketahuan memikat laki-laki akan dilukiskan sebagai uir-uir minta getahUir-uir merupakan tonggeret, cenggeret, cikadas, turaes, atau serangga berukuran besar yang mempunyai pelantang di bawah sayap sehingga dapat bersuara nyaring; sedangkan getah merupakan ‘zat cair dari batang kayu yang bersifat melekat’. Seorang perempuan yang diperibahasakan sebagai uir-uir minta getah tentu sangat tidak baik karena dianggap tidak mampu menjaga perilaku, tingkah laku, dan nama baik dirinya serta keluarganya.

Dalam kehidupan sosial budaya masyarakat, dua orang perempuan atau lebih juga dilarang menghendaki seorang laki-laki yang sama. Jika ada yang melakukan hal demikian, mereka diperibahasakan sebagai satu sangkar dua burung yang bermakna ‘dua orang perempuan sama-sama menghendaki seorang laki-laki’. Betapa akan menjadi aib dan malu keluarga jika ada dua orang perempuan berperilaku demikian. Bak tidak ada laki-laki lain yang bisa dijadikan teman hidup dan bak tidak ada akhlak dan moral yang baik yang bisa membimbing mereka untuk mencari laki-laki yang berbeda.

Jika dilihat peribahasa-peribahasa tersebut seakan-akan mencerminkan betapa buruknya perempuan Indonesia. Peribahasa yang mencerminkan hal buruk lebih banyak dibandingkan peribahasa yang mencerminkan hal baik. Namun, KBBI sebagai perekam kosakata bahasa Indonesia sesungguhnya hanya merekam jejak kehidupan masyarakat pada suatu masa.

Pada zaman dahulu, seorang perempuan sangat dianjurkan untuk berperilaku baik dan menjaga nilai-nilai kesopanan. Jangan sampai seorang perempuan mendapat cap atau pelabelan melalui peribahasa-peribahasa tersebut. Mereka harus berhati-hati dalam menjalani kehidupan agar tidak merugikan nama baik diri sendiri dan nama baik keluarga.

Di balik itu semua, kalau kita lihat dari segi kebudayaan, bahasa Indonesia ternyata memiliki kekayaan peribahasa. Peribahasa-peribahasa tersebut memanfaatkan alam dan lingkungan sebagai sumber pembelajaran. Jika tidak direkam dalam peribahasa, pasti tidak akan banyak anak-anak sekarang yang tahu apa itu sigai, enau, lesung, alu, timba, ulam, dan uir-uir. Kehidupan masyarakat yang ditata dalam lingkungan perkotaan membuat mereka tidak lagi akrab dengan kosakata lingkungan (ekoleksikon). Kehidupan perkotaan juga membuat mereka disuguhkan perkakas modern yang serba praktis sehingga mereka tidak pernah merasakan kehidupan tradisional orang-orang pada masa lampau yang sehat setiap hari karena menimba air di sumur atau berjalan mengambil air di telaga nan jauh. Namun, kamus telah merekamnya sebagai jejak kehidupan.

Dari belanga, kita akan mengecap banyak makanan yang lezat meskipun bahan makanan berasal dari sumber yang berbeda. Lirik lagu tersebut diambil dari peribahasa garam di laut, asam di gunungbertemu dalam belanga juga. Artinya, laki-laki dan perempuan kalau jodoh, bertemu juga akhirnya. Namun, lirik lagu Tulus bercerita sebaliknya. Mereka tidak berjodoh sehingga tidak bersatu dalam sebuah ikatan.

Peribahasa tentang jodoh ini juga ada yang lain, yakni bak bertemu ruas dengan buku yang artinya ‘sudah jodohnya (seorang laki-laki dengan perempuan)’. Bagi muda-mudi yang sedang jatuh cinta, peribahasa-peribahasa ini tentunya dapat menjadi doa mereka. Setiap pasangan akan berharap agar mereka kelak akan bersatu dalam ikatan rumah tangga, seperti garam dan asam yang bertemu dalam belanga atau ruas yang bertemu dengan buku.

Dari peribahasa-peribahasa ini, kita dapat belajar bahwa betapa kayanya bahasa Indonesia mencerminkan perempuan Indonesia. Dari peribahasa ini, kita dapat belajar tentang alam, dapat juga belajar tentang kehidupan. Dengan demikian, kamus ternyata tidak selamanya hanya menjadi koleksi kosakata, tetapi ada nilai-nilai kehidupan yang dapat dipelajari di dalamnya. 

*Tulisan ini pernah dimuat di https://literasi.scientia.id/2024/03/24/peribahasa-tentang-perempuan-dalam-kbbi/.

*Dosen Linguistik Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas

Kirim Komentar


Kata Kita lainnya

Dari Cahcam hingga Canggah

Artikel 01-08-2024 12:37 WIB

Suatu hari orang tua laki-laki meminta saya membuat silsilah keluarga yang ternyata mampu menghubungkan kakek-nenek bersaudara. Silsilah ini dirunut dari orang tua kakek-nenek sampai cucu dari cucu. Saya sampai menghabiskan empat kertas koran yang dulu sering dipakai untuk presentasi. Maklum orang...

Oleh Ria Febrina, S.S., M.Hum. - Dosen Linguistik Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas


Kosakata Bahasa Cina dalam KBBI

Artikel 06-07-2024 13:44 WIB

Bakmi is an Indonesian, chinese influenced dish.Bakmi adalah hidangan khas Indonesia yang dipengaruhi oleh budaya Tionghoa. Sebuah konten yang dibawakan Laurence Benson, warga asing yang mengenalkan kuliner Indonesia ini menarik perhatian saya. Laurence Benson merupakan warga asing yang kini...

Oleh Ria Febrina, S.S., M.Hum. - Dosen Linguistik Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas


Kata "dalem" dan Pronomina Serapan dalam Bahasa Indonesia

Artikel 25-04-2024 10:42 WIB

Selama berada di Yogyakarta, saya sering mendengar kata dalem. Kata ini sering diucapkan ketika seseorang yang saya ajak berkomunikasi belum memahami apa yang saya sampaikan. Kata dalem dipakai sebagai permintaan hormat untuk mengulang apa yang sudah disampaikan.Sebagai penutur...

Oleh Ria Febrina, S.S., M.Hum. - Dosen Linguistik Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas


Asal Usul Skena dan Musik Indie

Artikel 20-03-2024 12:12 WIB

Belakangan ini, kata skena terus digunakan oleh pengguna media sosial. Bahkan, kata skena sering dituturkan oleh para remaja kota. Contohnya, saya pernah ditanya oleh beberapa teman saya, Bil, apa itu arti skena.Saya baru pertama kali mendengar kata itu dan merasa tergelitik untuk mencari...

Oleh Nabilla Hanifah Suci Ramadhani - Redaktur Ejaan.id


Kosakata Bahasa Arab dalam Bahasa Indonesia

Artikel 19-03-2024 16:43 WIB

Jika kita bertanya, kosakata apa yang paling banyak diserap ke dalam bahasa Indonesia Meskipun tidak ada yang tahu persis, kebanyakan orang akan menjawab bahasa Inggris. Sadar atau tidak, setiap hari kita pasti melafalkan kosakata bahasa Inggris. Setidaknya, kata handphone. Sangat ...

Oleh Ria Febrina, S.S., M.Hum. - Dosen Linguistik Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas