Kata Kita

Berita, Artikel, dan Opini tentang Ejaan. id dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

Bentuk -wan, -wati, -in, dan -ah, Benarkah Penanda Gender?

Oleh Ria Febrina, S.S., M.Hum.*

Ria Febrina, S.S., M.Hum. - Dosen Linguistik Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas

Sejak pandemi Covid-19, sudah banyak warga Indonesia yang meninggal dunia. Dokter, perawat, guru, dosen, ulama, tentara, dan juga tokoh nasional Republik Indonesia meninggal dunia karena virus ini. Pada Jumat, 2 Juli 2021, Indonesia kehilangan tokoh terbaik bidang pewayangan, yakni Ki Manteb Soedharsono. Dia terkenal sebagai seniman dalang wayang kulit. Setelah itu, pada Sabtu, 3 Juli 2021, putri Presiden Pertama Republik Indonesia, Rachmawati Soekarnoputri juga meninggal dunia karena Covid-19.

Ucapan belasungkawa pun silih berganti tampil di media sosial, seperti WhatsApp grup (WAG) dan beranda Instagram. Kata almarhum dan almarhumah digunakan secara khusus untuk menyebutkangender. Kata almarhum digunakan untuk laki-laki dan kata almarhumah digunakan untuk perempuan.

Tidak hanya untuk orang-orang yang meninggal dunia, untuk bayi yang baru lahir pun, juga digunakan kata saleh dan salihah untuk penanda gender. Jika bayi yang lahir berjenis kelamin laki-laki, mereka mendoakan agar bayi tersebut kelak menjadi anak yang saleh . Jika bayi yang lahir berjenis kelamin perempuan, mereka mendoakan agar bayi tersebut kelak menjadi anak yang salihah . Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), saleh bermakna 'suci dan beriman', seperti tercantum pada kalimat "Mudah-mudahan ia akan menjadi anak yang saleh". Sementara itu, salihah bermakna 'saleh (untuk wanita)'.

Sebutan secara khusus dalam Islam ini juga terdapat pada profesi, seperti ustaz dan ustazah . Sejumlah sekolah Islam, rumah tahfiz, dan juga taman pendidikan Al-qur.'an (TPA) menggunakan kata ustaz dan ustazah untuk menggantikan kata guru. Dengan melihat kata almarhum-almarhumah, saleh-salihah , dan ustaz-ustazah, apakah dalam bahasa Indonesia terdapat bentuk penanda gender sebagaimana kata dalam bahasa Inggris berupa he untuk laki-laki dan she untuk perempuan atau kata dalam bahasa Arab berupa anta untuk laki-laki dan anti untuk perempuan?

Badudu (1984: 48) menyatakan bahwa dalam bahasa Indonesia tidak ada alat (bentuk gramatika) untuk menyatakan atau membedakan benda-benda jenis laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin dinyatakan dengan penambahan kata laki-laki dan perempuan di belakang kata yang dimaksud, seperti guru laki-laki atau pengacara perempuan . Sementara itu, untuk mengidentifikasi jenis kelamin pada binatang, digunakan kata jantan atau betina , seperti kuda jantan atau sapi betina. Dengan demikian, bahasa Indonesia tidak mengenal pembagian bahasa berdasarkan jenis kelamin atau gender.

Kalau begitu, bagaimana dengan (1) putra-putri, mahasiswa-mahasiswi; (2) hadirin-hadirat, muslimin-muslimat, (3) santriwan-santriwati, biarawan-biarawati, olahragawan-olahragawati, wisudawan-wisudawati, sastrawan-sastrawati; (4) biduan-biduanita; (5) seniman-seniwati; serta (6) saleh-salihah, ustaz-ustazah, dan almarhum-almarhumah ? Apakah kata-kata tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai kata-kata penanda gender?

Inilah kekayaan bahasa Indonesia. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi V, kata-kata tersebut sudah menjadi kata baku. Artinya, kata tersebut dapat digunakan secara khusus untuk membedakan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Namun, kata tersebut tidak memiliki kadar keintian sebagai penanda gender dalam bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut.

Aliansi Mahasiswa UGM memberikan Jokowi ucapan selamat sebagai juara umum lomba 'Ketidaksesuaian Omongan dengan Kenyataan'. (Jauh Hari Wawan S, 2021, "Mahasiswa UGM: Jokowi Juara 'Ketidaksesuaian Omongan dengan Kenyataan", Detik.com)

Kata mahasiswa pada kalimat tersebut tidak secara khusus menunjukkan jenis kelamin laki-laki, tetapi digunakan juga untuk mahasiswa yang berjenis kelamin perempuan. Hal ini juga berlaku untuk kata hadirin, wisudawan, sastrawan, biduan, seniman, budayawan, dan ilmuwan. Tanpa adanya kata hadirat, wisudawati, sastrawati, biduanita, dan seniwati, makna kata pada kalimat tersebut tidak akan menyebabkan struktur bahasa Indonesia kacau. Bahkan, kata budayawan dan ilmuwan tidak memiliki pasangan budayawati dan ilmuwati karena kata tersebut dapat digunakan untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Sebagaimana dinyatakan pada bagian awal, kata-kata tersebut sudah menjadi bagian dalam bahasa Indonesia dan tercantum pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi V . Meskipun sudah masuk ke dalam KBBI , kata tersebut tidak dapat digunakan sebagai penanda gender, tetapi hanya dapat digunakan secara khusus untuk kalimat tertentu untuk menjadi pembeda antara laki-laki dan perempuan. Artinya, kosakata tersebut menjadi khazanah bahasa Indonesia atau memperkaya kosakata bahasa Indonesia.

Mengapa kosakata tersebut menjadi khazanah bahasa Indonesia? Hal itu tidak terlepas dari proses penyerapan yang dilakukan oleh bahasa Indonesia dari sejumlah bahasa asing. Chaer (2007: 14) menyatakan bahwa kosakata bahasa Indonesia memang bersumber dari beberapa kelompok bahasa. Pertama , dari bahasa Melayu, khususnya berasal dari naskah-naskah klasik, seperti Sejarah Melayu, Hikayat Si Miskin, dan Hikayat Pandawa Lima. Kedua , dari bahasa Sanskerta. Ketiga , dari bahasa Parsi, Tamil, dan Arab. Keempat, dari bahasa barat (Belanda, Portugis, Latin, dan Inggris). Kelima, bahasa nusantara, seperti bahasa Jawa, Minangkabau, Sunda, dan Bali.

Dalam KBBI Edisi V , tercatat sebanyak 21 bahasa asing dan 75 bahasa daerah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Dalam proses penyerapan kata tersebut, kosakata yang menyatakan gender dari bahasa asing juga diserap. Penyerapan hanya bertujuan untuk memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Pengguna bahasa Indonesia dapat menggunakan kata tersebut untuk membedakan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, tetapi kata tersebut tidak memengaruhi struktur bahasa Indonesia, khususnya untuk menandakan gender.


* Tulisan ini sudah dimuat di Scientia.id. Silakan lihat juga melalui https://literasi.scientia.id/2021/07/04/bentuk-wan-wati-in-dan-ah-benarkah-penanda-gender/

*Dosen Linguistik Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas

Kirim Komentar


Kata Kita lainnya

Pramusapa

Artikel 23-11-2023 13:30 WIB

Saat menulis berita rilis Kongres Bahasa Indonesia (KBI) XII virtual, saya kesulitan menemukan diksi yang pas untuk menggambarkan wanita virtual yang bertugas menyapa tamu pada laman pertama KBI Virtual. Wanita tersebut berdiri di belakang meja resepsionis dan bertugas untuk menyapa serta memandu...

Oleh Nabila Hanifah Suci R., S.Hum. - Redaktur Bahasa


Palindrom: Kosakata dengan Urutan Sama dari Depan maupun Belakang

Artikel 15-11-2023 12:26 WIB

Sobat Eja pernah tidak mendengar istilah palindrom Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi V, palindrom didefinisikan sebagai kata, rangkaian kata, atau bilangan yang terbaca sama, baik dari depan maupun dari belakang. Merujuk definisi tersebut, bentuk palindrom tidak hanya berupa...

Oleh Husni Mardhyatur Rahmi, M.Hum. - Redaktur Bahasa


Bercanda sebagai Eufemisme Kritik

Artikel 03-11-2023 10:12 WIB

Siapa yang tidak tahu dengan diksi bercanda yang dipopulerkan oleh Gege atau sapaan akrab Abigail Geuneve Arista Manurung, mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) angkatan 2023 yang viral di TikTok beberapa waktu lalu. Setelah diwawancara oleh senior satu almamaternya,...

Oleh Ria Febrina, S.S., M.Hum. - Dosen Linguistik Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas


Beberapa Masalah Mengenai Kata Ulang

Artikel 28-10-2023 10:41 WIB

Dalam tata bahasa tradisonal, kata ulang disebut juga reduplikasi. Menurut Kridalaksana (1996: 12) reduplikasi merupakan salah satu proses morfologis. Secara bahasa, kata ulang diartikan ˜kata yang terjadi sebagai hasil reduplikasi, misalnya batu-batu, tetamu, dag-dig-dug™ (Kridalaksana,...

Oleh Yori Leo Saputra - Pustakawan SMAN 1 Ranah Pesisir


Penggunaan Huruf Kapital pada Kata Sapaan

Artikel 24-10-2023 12:20 WIB

Penulisan huruf kapital yang tepat bagi sebagian masyarakat Indonesia dianggap susah-susah gampang. Contohnya saja pada penulisan Baik pak atau Baik Pak masih mengalami kebingungan dalam praktik penggunaannya. Apakah kata pak tersebut sapaan, gelar kehormatan, atau istilah kekerabatan Pada...

Oleh Rama Mulia Putra - Balai Bahasa Provinsi Sumatra Selatan