Kata Kita
Berita, Artikel, dan Opini tentang Ejaan. id dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
Dokter dan Doktor
Oleh Ria Febrina, S.S., M.Hum.*
Dokter dan doktor merupakan gelar yang berbeda. Dokter merupakan gelar untuk lulusan S-1 khusus bidang kedokteran, sedangkan doktor merupakan gelar untuk lulusan S-3 bidang ilmu apa pun. Sadar atau tidak, ternyata banyak masyarakat yang tidak mengetahui perbedaan kedua kata tersebut sehingga terjadi penggunaan yang tumpang tindih. Ada yang memanggil dokter dengan doktor, ada juga yang memanggil doktor dengan dokter.
Penggunaan yang tumpang tindih disebabkan oleh kemiripan huruf pada kedua kata tersebut. Pengguna bahasa tidak dapat membedakan bunyi [e] dan bunyi [o]. Pasalnya, sejumlah kata dalam bahasa Indonesia tidak berpengaruh jika salah satu huruf diucapkan berbeda. Misalnya, pada kata lubang dan lobang, praktik dan praktek, serta nomor dan nomer.
Dalam bahasa Indonesia, kata lubang dan praktik merupakan kata baku, sedangkan kata lobang dan praktek merupakan kata tidak baku. Secara lisan, tidak ada permasalahan untuk menggunakan kata baku maupun kata tidak baku. Secara tertulis, khususnya dalam penulisan karya ilmiah, penggunaan kata baku wajib digunakan sebagai bentuk standardisasi penulisan yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Sementara itu, untuk nomor dan nomer, perbedaan terjadi karena nomor merupakan kata dalam ragam formal dan nomer merupakan kata dalam ragam nonformal. Pada kata nomor dan nomer, memang tidak ada perbedaan makna sama sekali. Hal itu berbeda dengan doktor dan dokter. Perbedaan huruf /o/ dan /e/ justru menyebabkan perbedaan makna.
Kurangnya pengetahuan menyebabkan masyarakat juga tidak tahu perbedaan penyingkatan kedua kata tersebut. Kata doktor disingkat dengan Dr., sedangkan kata dokter disingkat dr. Pengabaian singkatan tampak pada plang profesi dokter dan juga papan pengumuman di rumah sakit. Mereka menyamakan penulisan Dr. dan dr. Bahkan, si pemilik gelar juga kadang tidak tahu perbedaan penulisan Dr. dan dr.
Secara keilmuan, kedua pemilik gelar tersebut sudah menempuh pendidikan tinggi. Mereka sama-sama sudah menyelesaikan S-1, bahkan khusus untuk doktor, sudah menempuh pendidikan S-3. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya merupakan pihak terpelajar. Kesalahan penggunaan akan menjadi bahan untuk ditertawakan bagi orang-orang yang memahami perbedaan kedua kata tersebut. Tidak hanya itu, penggunaan yang salah juga akan mempengaruhi generasi muda untuk salah menggunakan gelar tersebut. Jadi, cerdas berbahasa sangat perlu diperhatikan oleh kaum terpelajar.
*Artikel ini pernah dimuat di Pikiran Rakyat Bandung pada 2 Februari 2020.