Kata Kita
Berita, Artikel, dan Opini tentang Ejaan. id dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
Pola Kalimat Bahasa Indonesia: SPO, Bukan SVO
Oleh Ria Febrina, S.S., M.Hum.*
Pemelajar atau orang yang mempelajari bahasa, baik bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Arab, maupun bahasa lainnya pasti pernah mengenal istilah SVO. SVO merupakan singkatan dari Subject, Verb, dan Object atau Subjek, Verba, dan Objek. Istilah ini sering ditemukan dalam bagian buku yang membicarakan pola-pola kalimat dalam suatu bahasa.
Dalam kajian linguistik atau ilmu tentang bahasa, istilah yang dipakai tersebut tidak setara atau berada dalam kaidah yang berbeda. Verba atau kata kerja merupakan salah satu jenis kelas kata dalam suatu bahasa. Jenis lainnya ada nomina ‘kata benda’, adjektiva ‘kata sifat’, adverbia ‘kata keterangan’, pronomina ‘kata ganti, dan numeralia ‘kata bilangan’.
Nomina, verba, adjektiva, adverbia, pronomina, dan numeralia ini berpadu menyusun sebuah kalimat. Kita dapat lihat pada contoh berikut.
(1) Adik membaca novel Toto Chan.
Pada kalimat (1) tersebut, kata adik dan novel merupakan nomina karena dapat dinegasikan dengan kata bukan. Dalam bahasa Indonesia, nomina dapat dinegasikan dengan kata bukan, seperti bukan adik, bukan novel, bukan rumah, bukan saya, bukan pena kami, bukan guru, dan bukan dokter. Sementara itu, kata membaca merupakan verba karena dapat dinegasikan dengan kata tidak. Dalam bahasa Indonesia, verba dapat dinegasikan dengan kata tidak, seperti tidak membaca, tidak belajar, tidak berteriak, dan tidak berlari. Jadi, ketika membicarakan kata apa yang menyusun sebuah kalimat, kita akan menggunakan istilah nomina, verba, adjektiva, adverbia, pronomina, dan numeralia.
Contoh lainnya dapat kita lihat pada kalimat berikut.
(2) Ibu membeli tiga belas buku cerita anak.
Pada kalimat (2) tersebut, kata ibu merupakan nomina, kata membeli merupakan verba, tiga belas merupakan numeralia, dan buku cerita anak merupakan nomina.
Ketika sudah berpadu dalam sebuah kalimat, kata-kata tadi akan menempati salah satu fungsi dalam kalimat. Akan ada yang menempati subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel.), maupun keterangan (Ket.).
Pada kalimat (1), “Adik membaca novel Toto Chan” merupakan konstruksi dari adik sebagai subjek, membaca sebagai predikat, dan novel Toto Chan sebagai objek. Sementara itu, pada kalimat (2), “Ibu membeli tiga belas buku cerita anak” merupakan konstruksi dari ibu sebagai subjek, membeli sebagai predikat, tiga belas buku cerita anak sebagai objek. Frasa numeralia tiga belas bergabung dengan frasa buku cerita anak menjadi satu kesatuan yang menempati fungsi objek.
Dengan demikian, kalimat (1) dan kalimat (2) memiliki konstruksi SPO. Selain SPO, ada konstruksi lainnya seperti beberapa contoh berikut.
(3) Pelaku kejahatan terdiam. (S P)
(4) Siswa berdiri di halaman. (SPK)
(5) Guru menerangkan pelajaran di kelas. (SPOK)
(6) Kakak berlari kencang ke rumah. (SPPelK)
Pada kalimat (3), pelaku kejahatan menempati posisi subjek dan terdiam menempati posisi predikat. Pada kalimat (4), siswa menempati posisi subjek, berdiri menempati posisi predikat, dan di halaman menempati posisi keterangan tempat. Pada kalimat (5), guru menempati posisi subjek, menerangkan menempati posisi predikat, pelajaran menempati posisi objek, dan di kelas menempati posisi keterangan tempat. Pada kalimat (6), kakak menempati posisi subjek, berlari menempati posisi predikat, kencang menempati posisi pelengkap, dan ke rumah menempati posisi keterangan tempat.
Berdasarkan contoh-contoh tersebut, tampak bahwa ketika membicarakan fungsi kalimat dalam bahasa Indonesia, kita mengenal SP, SPO, SPK, SPOK, SPPelK, atau konstruksi lainnya. Dalam hal ini, istilah yang akan dipakai adalah subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Hal ini tentu berbeda dengan pembicaraan awal kita yang menyatakan pola kalimat dalam suatu bahasa itu adalah SVO.
Pola kalimat yang membicarakan SVO salah satunya dipengaruhi oleh Joseph Harold Greenberg (1966) yang membicarakan tipologi bahasa di dunia dalam buku Universal of Language. Greenberg membuat generalisasi bahasa atau yang dikenal dengan semestaan bahasa dengan mengemukakan sejumlah fakta tipologis. Menurut Greenberg (1966), bahasa-bahasa di dunia ada yang memiliki tipe O yang mengikuti verba (VO), seperti bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Ada pula bahasa yang memiliki tipe dominan O mendahului verba (OV), seperti bahasa Turki dan bahasa Jepang. Bahasa Rusia dan bahasa Latin memiliki urutan konstituen yang bebas sehingga kedua bahasa itu dapat memiliki pola VSO, SVO, SOV, VOS, OVS, dan OSV.
Istilah ini kemudian diserap oleh pembelajar atau pengajar bahasa Indonesia dan digunakan dalam berbagai modul, buku, dan bahan ajar mengenai kalimat. Namun, para pengajar tidak menjelaskan bahwa pola kalimat (SPOPelKet) dan kelas kata merupakan dua hal yang berbeda ketika dibicarakan dalam sebuah kalimat. Beberapa pelajar kebingungan dengan istilah ini sehingga ketika ditanya mengenai pola kalimat, ada yang menjawab SVO, ada pula yang menjawab SPO.
Kekeliruan mengenai istilah ini perlu diluruskan agar pelajar bisa mendapatkan pengetahuan yang maksimal tentang konstruksi kalimat dalam suatu bahasa. Belajar bahasa apa pun mereka nanti, baik bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Perancis, atau bahasa lain di dunia, mereka bisa membandingkan fungsi yang menyusun kalimat tersebut untuk mendapatkan pola kalimat dalam suatu bahasa. Ketika mereka menyusun sebuah kalimat, mereka akan menggunakan kognisi bahasa yang dipelajari dengan baik atau tidak mencampurkan antara satu dengan lain.
Hal ini tentu akan berbeda dengan seseorang yang tidak mengenali pola ini sehingga ada yang menggunakan bahasa Inggris, tetapi konstruksi kalimat yang dipakai adalah bahasa Indonesia, misalnya mereka menggunakan bahasa Inggris dalam menulis atau berbicara, tetapi konstruksi yang dipakai adalah bahasa Indonesia.
Kita bisa lihat dalam kalimat “He work yesterday” yang dihasilkan oleh pelajar bahasa Indonesia dalam belajar bahasa Inggris. Mereka menggunakan nomina atau verba untuk menyusun konstruksi subjek, predikat, dan objek dalam bahasa Inggris sebagaimana menyusun konstruksi dalam bahasa Indonesia. Namun, mereka tidak menggunakan kognisi pengetahuan bahasa Inggris sehingga tidak tahu bahwa predikat dalam bahasa Inggris ditentukan oleh siapa yang berbicara dan kapan berbicara.
Predikat dalam bahasa Inggris tergantung pada subjek atau siapa pelaku. Kalau pelakunya saya (I), kamu (you), dan mereka (they), predikat menggunakan verb 1 atau kata kerja pertama. Oleh karena itu, susunan kalimat yang tepat adalah sebagai berikut.
(7) I work.
(8) You work.(9) They work.
Kalau pelakunya adalah dia laki-laki (he), dia perempuan (she), dan benda (it), verba mendapatkan s/es sehingga terbentuk kalimat berikut.
(10) He works.
(11) She works.(12) It works.
Selain itu, predikat bahasa Inggris juga ditentukan oleh kapan pelaku mengerjakan sesuatu. Kalau pekerjaan dilakukan pada masa lampau, digunakan verb 2 atau verba masa lampau. Untuk kata kerja work, bentuk yang dipakai ialah worked. Dengan demikian, “He work yesterday” merupakan konstruksi yang salah dalam bahasa Inggris dan yang benar adalah “He worked yesterday” atau “He worked”.
Karena predikat bahasa Inggris ditentukan oleh siapa pelaku dan kapan pelaku melakukan pekerjaan, verba yang dipakai menjadi perhatian khusus. Oleh sebab itu, Greenberg dan juga banyak pengajar bahasa lainnya menekankan verba ini sehingga terbentuklah konstruksi SVO. Namun, predikat dalam bahasa Indonesia tidak ditentukan oleh siapa pelaku dan kapan pelaku melakukan pekerjaan sehingga tidak perlu ditekankan pada verba yang mengisi predikat.
Dalam referensi yang ada, istilah SVO ini ditemukan dalam hasil penelitian yang berjudul “Beberapa Aspek Konstruksi Kalimat SVO dalam Bahasa Indonesia” yang ditulis oleh Juwono (1985). Pelajar bahasa Indonesia harus bisa mengenali bahwa pola kalimat tersebut tidak tepat. Ketika seorang pengajar menggunakan SPO dan pengajar lain menggunakan SVO, atau pelajar tidak menanyakan beda keduanya kepada guru, atau pengajar tidak tahu beda keduanya, kognisi mereka menjadi terkendala, terhambat, atau tidak tersusun dengan baik. Hal ini kemudian menjadi salah satu pemicu pelajar tidak mampu menyerap pengetahuan hingga tidak menyukai bahasa Indonesia.
Membandingkan bahasa Indonesia dengan bahasa lain, seperti dengan bahasa Inggris atau bahasa daerah dapat membantu kita untuk menemukan rumus, formula, atau kaidah yang tepat dalam mengenali bahasa Indonesia itu sendiri. Oleh karena itu, mulai sekarang perlu kita menekankan bahwa ketika membicarakan kalimat, gunakanlah konstruksi SPO, bukan SVO. Namun, ketika membicarakan kata-kata yang menyusun kalimat, baru dipakai nomina, verba, adjektiva, adverbia, pronomina, dan numeralia.
*Tulisan ini sudah dimuat di Scientia.id. Silakan lihat juga melalui bit.ly/Scientia-SPO.